top of page
Cari

Diari Sekolah Basis 2.0 | Hari #7 | Rabindranath Tagore

Taufiq





ADA yang menarik pada era media sosial sekarang ini, ketika dihubungkan dengan gaya hidup di kalangan anak muda dalam 20 tahun terakhir, yaitu antusiasme kegiatan di alam bebas, ambil contoh adalah hiking, camping, penjelajahan alam, ultratrail, dan mendaki gunung. Akun Instagram yang berhubungan dengan kegiatan alam itu bisa memiliki follower dalam jumlah fantastis, puluhan hingga ratusan ribu. Anak saya pun menyukai kegiatan di alam bebas, dan begitu menikmati ketika "dilepas" untuk bermain-main.


Di antara yang kemudian terselip dalam akun IG, untuk menampilkan keindahan, kedekatan bahkan keintiman, dan kepemilikan dengan alam adalah "quote" dan menyelipkan sebuah nama "Rabindranath Tagore". Dalam mesin pencarian google, input "quotes about nature", "the best quotes about nature", dan semacamnya, akan menampilkan nama-nama tokoh dunia yang memiliki visi, kecintaan, dan keintiman dengan alam. Rabindranath Tagore adalah nama yang sering muncul.


Pada sesi ke-7 (atau terakhir) Sekolah Basis musim kedua ini, Prof. Dr. Anita Lie dan Prof. Dr. Sudiarja, membahas "Rabindranath Tagore dan Kemerdekaan Belajar" serta sumbangannya pada dunia di bidang pendidikan. Dan kemudian saya tahu alasan mengapa alam menempati posisi penting dalam konsep pendidikan yang dikembangkan Tagore 100 tahun lalu.



Mengenal Rabindranath Tagore

----------------------------

Rabindranath Tagore,juga dikenal dengan nama Gurudev (7 Mei 1861 – 7 Agustus 1941) lahir dari keluarga Brahmana Bengali. Tumbuh di keluarga terpandang dan disegani menjadikannya memiliki privilese dalam pendidikan, akses informasi, lingkungan sosial, dan mobilitas yang luas. Ayah dan saudara-saudaranya merupakan kalangan intelektual, seniman, penyair, dan pelukis. Tagore menjadikan mereka sebagai guru pada masa ia memutuskan berhenti sekolah formal. Ia tertekan dengan model pendidikan kolonialisme Inggris. Selain kolonialisme Inggris, kondisi sosial yang terjadi adalah pembaruan budaya dan modernisasi Hindu, seperti pembaruan rumah ibadah dan penghentian penyembahan berhala.


Kecerdasan pribadi, privilese keluarga, dan lingkungan keluarga yang berpendidikan membentuk Tagore menjadi sosok yang dikenal sebagai filsuf, seniman, sastrawan, penyair, dramawan, musikus, dan juga penggerak dunia pendidikan. Tahun 1913, ia menjadi orang Asia pertama yang mendapatkan hadiah nobel di bidang sastra.



Model pendidikan yang dikembangkan

----------------------------------


Selepas menjalani pendidikan sekolah rumah (homeschooling), Tagore melanjutkan pendidikan di negara Inggris, namun tidak cocok. Kemudian ia pulang ke Bengali, mengembangkan syair, mengurus tanah keluarga, dan mendirikan sekolah. Mengikuti tradisi Hindu, sekolah yang dikembangkannya menempatkan kecintaan pada alam pada kedudukan penting. Siswa diajak tinggal di lingkungan alami, merasakan alam secara langsung, dan menumbuhkan kecintaan pada alam. Karenanya, peserta didik ditempatkan dalam konteks lingkungan secara utuh.


Model pendidikan yang naturalis seperti itu muncul dari kritiknya terhadap peradaban barat yang dibangun dari pondasi materialisme dan munculnya disintegrasi antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Norma peradaban barat, juga yang diterapkan di negara-negara koloni, ditolaknya. Norma pendidikan barat, menurutnya, memunculkan keterbelahan antara rasio dengan rasa, cipta dengan karsa, dan keterasingan dengan alam. Cara yang ditempuh adalam melakukan persekutuan dengan alam dan menempatkan spiritualitas sebagai jalan untuk membebaskan dari keterasingan. Selain spiritualitas dan kedekatan dengan alam, dalam diri siswa juga dikembangkan aspek lainnya secara holistik, seperti rasio, perasaan, dan humanitas. Pola pendidikan diterapkan menonjolkan dharma dan berorientasi pada spiritualisme, serta melatih siswa untuk bisa menikmati proses pendidikan dibandingkan melatih kemampuan menghafal atau kemampuan teknis yang berisiko memberatkan.


Selain spiritualitas dan kedekatan dengan alam, dalam diri siswa juga dikembangkan aspek lainnya secara holistik, seperti rasio, perasaan, dan humanitas. Pola pendidikan diterapkan menonjolkan dharma dan berorientasi pada spiritualisme, serta melatih siswa untuk bisa menikmati proses pendidikan dibandingkan melatih kemampuan menghafal atau kemampuan teknis yang berisiko memberatkan.

Melalui harmoni dengan alam, sehingga mampu menikmati keindahan dan kebenaran dari perilaku alam, serta menghikmati keheningan sehingga makin mengenal diri, merupakan jalan untuk mencapai puncak kebenaran (the ultimate truth).


Perjalanan model pendidikan Tagore mencapai puncaknya melalui pendirian universitas internasional Visva-Bharati. Universitas ini menjadi ajang pertemuan gagasan Timur dan Barat sehingga terjadi sintesis gagasan kemanusiaan yang mendalam (kosmopolitan), yang dibangun dari pilar naturalisme, humanisme, idealisme, dan internasionalisme. Pada akhirnya, pendidikan menjadi proses untuk membebaskan manusia itu sendiri.


Tagore menyadari bahwa ide pendidikannya sangat idealis sehingga tidak mudah untuk diterapkan dan mewanti-wanti untuk mencermati, misalnya menempatkan siswa pada lingkungan yang masih alami.


Tagore dalam konteks pendidikan di Indonesia

---------------------------------

Pemikiran dan model pendidikan Tagore memiliki relevansi dan kesamaan dengan model pendidikan di Indonesia. Dalam catatan sejarah, tokoh pendidikan nasional seperti Ki Hajar Dewantara pernah bertemu dengan Tagore. Bahkan, di kota Solo, ada jalan yang diberi nama "Rabindranath Tagore".


Keduanya berpandangan bahwa model pendidikan kolonial hanya bertujuan untuk kepentingan kolonial, pentingnya bahasa ibu sebagai bahasa primer di jenjang pendidikan dasar, harmoni dengan alam, dan spiritualisme. Model pendidikan dikembangkan dalam visi kontinuitas, yaitu kesadaran bahwa kebudayaan terus berkembang, konvergensi yaitu adanya kesamaan, dan konsentris yaitu adanya tujuan terpusat dan puncak dari pendidikan tersebut.


Pada kasus praktis, lembaga pendidikan harus bisa membantu siswa untuk memformulasikan tujuan hidupnya, sehingga tidak kebingungan setelah lulus. Untuk membantu tujuan pendidikan tercapai, pendidik dan orang tua (yang juga dilibatkan) harus dalam posisi yang merdeka dan tidak terjebak pada kurikulum baku (yang mengharuskan diselesaikan sesuai tuntutan birokrasi pendidikan). Peserta didik diposisikan dan dilatih sebagai peserta yang merdeka dengan memprioritaskan kegembiraan dalam proses belajar. Siswa dilatih untuk mengelaborasi lingkungan sekitar dalam rupa kemampuan membuat pertanyaan-pertanyaan sehingga terbiasa untuk berpikir kritis juga kemampuan untuk merasakan atau peka terhadap lingkungan.


93 tampilan

Commentaires


  • Black Facebook Icon
  • Black Instagram Icon
  • Tokopedia
  • email

Bergabunglah di seluler!

Unduh aplikasi Spaces by Wix dan bergabunglah dengan "Majalah Basis" untuk terus mendapatkan informasi terbaru di mana saja.

Pindai kode QR untuk bergabung dengan aplikasi
Unduh aplikasi dari App Store
Unduh aplikasi dari Google Play
bottom of page