Bertema (Kaum) Buku
ORANG-ORANG perbukuan menderita selama wabah. Mereka ingin hidup dan selamat. Hari demi hari, derita itu memiliki beragam nama, tak semua bisa dijawab. Kemauan menempuhi titian perbukuan disengsarakan akibat wabah. Ikhtiar-ikhtiar ingin terang meski mengetahui nasib bakal terpengaruhi kebersamaan dan kebaikan.
Ikhtiar bersama dilakukan dalam gerakan Teman Bantu Teman. Orang-orang perbukuan mengadakan festival, penjualan buku, pertunjukan, dan ilustrasi untuk mengumpulkan dana disalurkan ke teman-teman sedang membutuhkan demi hidup. Kebaikan-kebaikan itu menghidupi tapi masih terus membuat jawaban-jawaban atas nasib orang-orang perbukuan.
Di Media Indonesia, 16 September 2021, M Aan Mansyur mengatakan: “Mulai berpikir, isu-isu soal bagaimana rentannya pekerja buku tidak boleh jadi semacam catatan kaki ketika bicara perbukuan.” Nasib masih tak tentu. Jalan perbukuan ditempuhi orang-orang mengakibatkan nasib berbeda mengacu pasar, selera, manajemen, misi, dan lain-lain.
Pada 14-18 September 2021, orang-orang perbukuan ingin berbagi kebaikan dan mengusahakan keselamatan mengadakan Festival Bantu Teman. Festival mempertemukan pelbagai pihak untuk menjawab album derita selama wabah. Mereka berbagi dengan mufakat selamat. Eka Kurniawan mengatakan: “Festival ini bisa menjadi semacam awal yang baik dan bisa direplikasi semakin banyak. Saya rasa, kalau melihat jumlah festival sastra di Indonesia, ini tidak mencukupi. Nantinya itu juga bisa membantu finansial orang-orang yang bekerja di perbukuan, akan makin banyak organisator, pembicara, acara festival.” Dua keterangan dari pengarang kondang itu mencukupi bagi publik ingin mengerti Bantu Teman.
Perkara-perkara lanjutan bermunculan selama festival. Perkara dana bagi teman-teman untuk hidup itu terpenting tapi beragam tema terbicarakan. Orang-orang perbukuan tak cuma direpotkan masalah uang. Di situ, ada penghormatan, misi keaksaraan, pemuliaan sastra, garapan isu beradab, dan lain-lain. Di Kompas, 19 September 2021, kita membaca pembuka: “Ekosistem kepenulisan di Indonesia sedang terancam. Situasi rawan yang dipercepat oleh pandemi Covid-19 ini membuat banyak penulis berada di tubir jurang. Bahkan, ada di antaranya yang tidak sanggup menghidupi diri sendiri. Festival Bantu Teman, salah satunya, digagas untuk meminimalisasi kerawanan itu.”
Situasi memang sulit. Kita bakal sulit memberi penjelasan-penjelasan lengkap. Penulis dipastikan sadar masalah honorarium dan media-media pemuatan. Sekian rubrik di koran-koran menghilang. Para penulis kehilangan dalih mendapatkan rezeki. Sekian rubrik bagi penulis esai, cerita pendek, dan puisi masih ada di koran atau laman tapi tanpa honor. Kebijakan itu makin memusingkan para penulis. Keinginan menerbitkan buku berdampak ke pemerolehan rezeki juga sulit mendapat jaminan. Konon, perdagangan buku agak lesu.
Wabah membikin susah kadang bertumpuk atau tergandakan bila gagal dalam bersiasat. Pihak-pihak sebagai penulis, editor, penerbit, dan lain-lain bertarung dengan hal-hal sering “mustahil” tapi memastikan perbukuan tetap bergerak. Pada situasi berbeda, orang-orang mengamati buku-buku turut memberi keselamatan bagi orang-orang dirundung seribu masalah dan kejenuhan selama di rumah. Para penikmat buku masih mungkin membeli buku. Episode membaca pun terdokumentasi melalui foto-foto beredar di media sosial. Pengharapan publik untuk buku masih ada tapi berbeda dari masa-masa sebelum wabah. Perbukuan di Indonesia “selamat”, tak mungkin punah. Persoalan tergenting adalah penghidupan keseharian bagi teman-teman sedang kesulitan atau sengsara.
Nasib berbeda dialami orang-orang perbukuan. Kita bisa mengetahui dengan pengumuman-pengumuman tersampaikan akhir tahun. Di Indonesia, ada sekian penghargaan memberikan uang. Pengumuman dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sudah terbaca publik untuk calon peraih Penghargaan Sastra 2021. Para penulis masuk daftar nomine berharapan menjadi peraih oleh penilaian atau kebijakan juri. Penghargaan itu mengacu buku dan menentukan nasib si penulis. Orang-orang paham bila penghargaan juga berurusan uang.
Publik pun mengikuti penghargaan dari pihak-pihak partikelir. Sekian nama penulis, judul buku, dan penerbit terbaca dalam pengumuman untuk Kusala Sastra Khatulistiwa 2021. Penghargaan sudah terselenggara puluhan tahun mengabarkan uang. Buku-buku dihormati dengan kaidah-kaidah penilaian, terakui “bermutu” dan “berpenghargaan”. Orang-orang mengerti pemuliaan buku menentukan nasib para penulis mendapatkan rezeki. Di sela berpikiran nasib orang-orang perbukuan, kita sejenak mengetahui dan memberi arti atas penghargaan-penghargaan sastra berpijak mutu buku.
Nasib orang-orang perbukuan dan penulis dalam hari-hari mendebarkan. Keselamatan dan kebaikan diinginkan dengan kecukupan. Usaha berbagi terselenggara “tersambut” dengam ucapan-ucapan bagi para penulis bakal terduga meraih penghargaan. Keramaian komentar di media sosial dan percakapan bagi orang-orang bertema buku memungkinkan ada pengharapan-pengharapan pulih, bergairah, dan terang.
Pada akhir tahun, buku masih tema. Kita menantikan pengumuman dari Dewan Kesenian Jakarta. Sekian manuskrip sastra bakal terpilih dan terakui “terbaik”. Di hitungan minggu atau bulan, manuskrip-manuskrip itu terbit menjadi buku oleh pelbagai penerbit: kecil atau besar. Pemberian cap sebagai “pemenang” bermaksud agar buku-buku laku. Penulis pun memiliki kehormatan, tenar, dan rezeki.
Sejarah perbukuan di Indonesia masih berlanjut. Urusan pemerolehan rezeki minta dijawab cepat. Rezeki untuk menghidupi di keseharian. Pada situasi berbeda, buku-buku dalam penilaian dan perbincangan. Debat-debat bakal bermunculan memusat ke buku dan penulis. Orang-orang perbukuan bertambah seru untuk mengarungi babak-babak mendebarkan. Kita masih berkutat dengan buku-buku sastra menikmati akhir tahun dengan sekian penghargaan.
Di komunitas dan penerbit kecil, pemuliaan buku-buku masih berlangsung meski “mengeluh”. Mereka memilih jalan terus. Orang-orang sedang keranjingan menulis selama wabah berpikiran untuk menerbitkan buku dengan keterbatasan atau keinsafan. Buku-buku mau bernasib baik. Orang-orang perbukuan mau hidup bermartabat.
Buku masih terhormat bagi pengamat acara-acara di Ubud dan Borobudur. Acara-acara bernama asing itu bertaraf internasional. Buku berperan dan orang-orang perbukuan tersahkan membuktikan kerja-kerja terhormat. Segala perbincangan mengabarkan bibliografi belum rampung disusun di Indonesia, dari masa ke masa. Begitu.
Bandung Mawardi
pemenang 3 Sayembara Kritik Sastra DKJ 2019,
Kuncen Bilik Literasi, Penulis Buku Terbit dan Telat (2020),
Silih Berganti. Esai-esai Tenger (2020)
FB: Kabut
Comments