Kamus dan Membingungkan
top of page
Cari

Kamus dan Membingungkan

Bandung Mawardi

PENJELASAN Andovi Da Lopez: “Nah, dari situ aku pengin baca KBBI untuk mengetes diri sendiri saja. Tapi pas tiba-tiba kita ada kabar bahwa kita semua harus belajar di rumah dan kerja di rumah akibat covid-19 ini, nah, di situ aku mikir, kenapa aku enggak buat itu jadi acara live ya?” Penjelasan itu dimuat di Media Indonesia, 10 Mei 2020, berasal dari acara Kick Andy disiarkan di Metro TV. Andovi Da Lopez dianggap memiliki cara unik dalam melawan pandemi. Kita susulkan penjelasan pendek. KBBI itu Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Andovi Da Lopez mengaku mendapatkan ide setelah menonton aksi Youtuber Amerika Serikat berjulukan Mr Beast: mengkhatamkan kamus bahasa Inggris. Kita mendingan tak perlu berdebat mengenai “keunikan” Andovi Da Lopez (Dovi) selaku Youtuber terkenal di Indonesia dengan aksi membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia. Peniruan itu dianggap “unik” oleh acara di televisi dan dimunculkan dalam berita.


Di Media Indonesia, judul tulisan agak mengejutkan: “Khatamkan KBBI”. Kita mulai dibingungkan dengan “membaca” dan “khatam”. Membaca mungkin diartikan mengucapkan kata. Kita menduga membaca itu bersuara. Orang membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia disiarkan secara langsung agar ditonton orang-orang. Ia mungkin berhak menjadi panutan gara-gara memuliakan Kamus Besar Bahasa Indonesia. “Dovi membutuhkan waktu 14 jam untuk menyelesaikan membaca KBBI,” tulis di Media Indonesia. Dovi mungkin memiliki kebiasaan membaca buku sebelum siaran sedang “membaca” Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kita mengusulkan ia mendapat pengakuan sebagai tokoh muda rajin membaca buku. Apa dugaan atau kemungkinan itu bisa dibuktikan dan berdasarkan argumentasi bermutu ilmiah?


Kita mengusulkan ia mendapat pengakuan sebagai tokoh muda rajin membaca buku. Apa dugaan atau kemungkinan itu bisa dibuktikan dan berdasarkan argumentasi bermutu ilmiah?

Orang bisa selesai membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam 14 jam pasti hebat atau mendapatkan mukjizat. Dadang Sunendar sebagai Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam “Prakata Edisi Kelima” ditulis pada 28 Oktober 2016 dan dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2018) memberi keterangan: “Kamus Besar Bahasa Indonesai Edisi Kelima telah mengalami perbaikan dan perkembangan dari edisi sebelumnya. Selain jumlah lema dan makna yang bertambah sehingga mencapai 126. 635, pengerjaan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima mulai menggunakan aplikasi penyusunan kamus yang diberi nama KBBI Daring.” Kita lanjutkan dengan membaca keterangan di sampul: “KBBI Edisi pertama (1988) memuat 62.100 lema. Tiga tahun kemudian terbit KBBI Edisi Kedua (1991) yang memuat sekitar 68.000 lema dan sepuluh tahun setelah itu (2001) terbit Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga yang memuat sekitar 78.000 lema. Pada tahun 2008 terbit KBBI Edisi Keempat yang memuat sekitar 90.000 lema.”


Jumlah lema terus bertambah. Dovi mungkin menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan 2018. Berita di koran atau perbincangan di acara televisi menginformasikan Dovi “khatam” atau “menyelesaikan membaca” Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kita ragu dengan kemampuan Dovi. Kamus dengan sampul berwarna biru itu memiliki 1.964 halaman. Orang mustahil membaca semua isi kamus dalam waktu 14 jam. Kita dibuat bingung oleh berita dalam penggunaan diksi dan penokohan. Bingung memerlukan jawaban-jawaban. Kegagalan mendapatkan jawaban tak usah membuat kita kecewa. Berita di koran dan acara di televisi itu berkaitan usaha mengumpulkan dana dalam penanggulangan wabah. Orang-orang menonton siaran Dovi “membaca” dan “khatam” Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk diajak memberi sumbangan.

Penjelasan Dovi: “Ending-nya saya dapat mengumpulkan 200 juta rupiah. Jadi, untuk uangnya, aku memang kerja sama dengan Peduli Sehat. Kita enggak ngambil sepersen pun, dan mereka juga enggak memotong apa pun. Dananya langsung disalurkan ke rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta. Semuanya dibelikan APD, masker, dan hand sanitizer untuk penanganan covid-19.” Urusan terpenting adalah membantu dalam penanggulangan wabah. Kita mungkin bersikap berlebihan bila mengurusi masalah Dovi dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Orang mustahil membaca semua isi kamus dalam waktu 14 jam. Kita dibuat bingung oleh berita dalam penggunaan diksi dan penokohan.

Semula, kita berpikiran semua istilah asing dan istilah dalam bahasa Indonesia diucapkan para pejabat atau ditulis dalam berita di koran bakal membuat pusing untuk mencari terjemahan dan pengertian di kamus-kamus. Siara berita dan obrolan di televisi menambahi dugaan Kamus Besar Bahasa Indonesia terdampak wabah. Kita mengatakan “terdampak” gara-gara kamus itu sulit menjadi pedoman atau pegangan selama kita mengalami nasib buruk saat wabah. Kamus belum bisa menjadi jawaban untuk polemik-polemik bersumber kebijakan pemerintah atau pidato Presiden Joko Widodo. Kamus itu “diam” di rumah, kantor, atau perpustakaan. Para pengguna kamus edisi daring berusaha mendapatkan pengertian-pengertian mengenai kata atau istilah digunakan pihak pemerintah, pakar, dan wartawan.


Kamus belum bisa menjadi jawaban untuk polemik-polemik bersumber kebijakan pemerintah atau pidato Presiden Joko Widodo. Kamus itu “diam” di rumah, kantor, atau perpustakaan.

Dovi mungkin belum membaca artikel dan buku-buku Benedict Anderson. Kamus-kamus lawas tentu tak menjadi koleksi di rak buku milik Dovi. Penerbitan dan penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan pemerintah sering membuat publik tak mengenal atau melupakan warisan kamus dari para leksikograf: Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hassan Noel Arifin, 1951), Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1952), dan Kamus Moderen Bahasa Indonesia (Sutan Mohammad Zain, 1954). Kita pun terlalu lama meremehkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus itu mahal! Kamus terbitan 2018 dihargai Rp 522.000. Kita memiliki pertimbangan serius untuk sanggup membeli. Di toko buku, kamus itu kalah laris dibandingkan dengan Kamus Inggris-Indonesia susunan John M Echols dan Hassan Shadily.


Kita mengingat pemilik dan pembaca kamus. Ia bernama Benedict Anderson, bukan intelektual dengan KTP Indonesia tapi rajin menulis tentang Indonesia dan bahasa Indonesia. Ia tak suka Pedoman EYD dan Kamus Besar Bahasa Indonesia hasil dari kerja institusi bahasa di naungan pemerintah. Ia memiliki argumentasi bercorak sejarah, politik, dan linguistik. Di Tempo edisi 17 Maret 2002, Benedict Anderson bercerita: “Disimpan dirak buku disebelah tempat tidur saja adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Pak Purwadarminta, tjetakan kedua, tahun 1953, tiga tahun setelah kemerdekaan Indonesia diakui oleh ‘donja internasional’. Memilukan memang. Rejot dimakan ulat; 900 halaman; harga 53 perak. Sisa djaman mulia dimana rupiah belum djadi lelutjon. Tetapi mungkin tara ada buku Indonesia jang lebih beta sajangi. Toh buku itu penuh tanda pergulatan politik, karena walaupun Pak Pur pribadi seorang demokrat jang moderen, ia djuga seorang ‘pegneg’ dan kamusnja diterbitkan oleh jang disebut ketika itu Kementerian P.D.dan K.”


Pada 2020, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga sudah terbit dan dijual di toko buku. Benedict Anderson tak menceritakan kamus baru, tetap saja memihak ke kamus lama. Ia membaca kamus tanpa pengakuan pernah khatam. Tulisan berjudul “Politik Kamus” itu sindiran untuk kemonceran Kamus Besar Bahasa Indonesia. Benedict Anderson pasti tertawa bila mengetahui nasib Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam siaran Dovi berdalih mengumpulkan sumbangan. Dovi diberitakan “membaca” dan “khatam” Kamus Besar Bahasa Indonesia ditonton oleh ribuan atau jutaan orang.


Benedict Anderson pasti tertawa bila mengetahui nasib Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam siaran Dovi berdalih mengumpulkan sumbangan.

Kita mampir dulu ke kamus saja. Kita wajib membuka halaman memuat entri “baca”, jangan mencari di entri berawalan huruf “M”. Di halaman 141, membaca berarti “melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati)”, “mengeja atau melafalkan apa yang tertulis”, “mengucapkan”, “mengetahui”, “memperhitungkan; memahami”. Dovi dalam siaran mungkin memenuhi pengertian “mengucapkan”. Kita pastikan ia “mengucapkan” dengan cepat. Ia belum memiliki keinginan “mengetahui” atau “memahami”. Kita lanjutkan ke halaman 825. Khatam diartikan “tamat; selesai; habis”. Kita berhak ragu atas pemberitaan bahwa Dovi khatam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus itu memuat ribuan entri, memiliki 1.964 halaman. Mustahil!


Kita berhak ragu atas pemberitaan bahwa Dovi khatam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus itu memuat ribuan entri, memiliki 1.964 halaman. Mustahil!

Kita ingatkan lagi siaran Dovi bermisi mengumpulkan sumbangan dalam menanggulangi wabah. Kita saja salah memahami setelah curiga dengan usaha memuliakan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus itu sudah sering mendapat kritik tapi tim pembuat kamus mengaku sudah memberi faedah bagi ratusan juta orang Indonesia. Perbuatan Dovi anggap saja cara mengingatkan pejabat dan kita bahwa Indonesia memiliki kamus tebal dan mahal. Kamus bisa turut memberi “jawaban” untuk penderitaan kita selama wabah. Kita tinggalkan kamus dengan cap besar ke “Kamus Kecil” gubahan Joko Pinurbo (2014). Puisi lugu dan lucu. Kita membaca tanpa disiarkan secara langsung: Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia/ yang pintar dan lucu walau kadang rumit/ dan membingungkan. Kamus kecil saja membingungkan. Kamus besar tentu lebih membingungkan. Begitu.

__________


Bandung Mawardi,

pemenang 3 Sayembara Kritik Sastra DKJ 2019,

Kuncen Bilik Literasi, Penulis Buku

Pengisah dan Pengasih (2019)

FB: Kabut



193 tampilan
bottom of page